KRIIIIING….KRRIIIIIING…KRIIIIIIIING…
Bel telah berbunyi menandakan telah usainya pelajaran. Terlalu cepat dari biasanya. Ini baru jam setengah dua siang, dan biasanya bel pulang sekolah berbunyi pukul setengah empat sore. Pasti karena tiga hari lagi bulan Ramadhan akan tiba, dan seperti biasa sekolah kami selalu mengadakan apel menjelang Ramadhan yang kemudian di akhiri dengan bermaaf-maafan.
Ah, ini kesempatan bagiku untuk melihat dia dari dekat sambil menjabat tangannya. Saatnya bagiku untuk melihat senyumnya dari jarak paling dekat yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Selama ini, jarak terdekatku saat melihatnya adalah di saat kami dan beberapa siswa lainnya menghadap ke ruangan BP. Saat itu, kami duduk saling berhadapan dan hanya dipisahkan oleh sebuah meja. Dan kali ini akan menjadi rekor baru bagiku. Aku akan melihat dia, lalu kami saling berhadapan tanpa ada penghalang apapun.
Tidak lama setelah bel berbunyi, terdengar suara pengumuman yang membuyarkan lamunanku. Para siswa diharapkan untuk segera berkumpul di lapangan untuk mengadakan apel menjelang Ramadhan. Bergegas aku dan teman-teman memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas kami masing-masing. Setelah berdoa, kami berhamburan tak karuan menuju lapangan sekolah. Di lapangan, para guru telah rapi berjajar menunggu para siswanya yang mulai merapikan barisan sesuai kelas mereka masing-masing.
Apel di mulai dengan sambutan dari kepala sekolah, kemudian siraman rohani menyambut bulan Ramadhan dari guru agama kami dan di akhiri dengan doa bersama. Dan inilah saat yang ku tunggu, saat-saat yang sedari tadi kunantikan yang membuatku sama sekali tidak memperhatikan sambutan kepala sekolah dan hanya sesekali mendengarkan ceramah dari guru agamaku.
Acara puncak pun di mulai, sambil diiringi oleh tabuhan marawis dari anak-anak rohis para siswa mulai beriringan antri untuk bersalaman dengan para guru, tak terkecuali aku. Siswa yang telah bersalaman dengan para guru berbaris memanjang untuk bersalaman dengan teman yang ada di belakangnya. Aku bersalaman tetapi mataku berkeliaran mencari dia yang memang sedari tadi ada dalam benakku.
Kulihat dia berada tidak jauh dari tempatku berdiri saat ini. Tiba-tiba saja jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya di saat aku hampir sampai di hadapannya. Semakin dekat, semakin cepat pula jantungku berdetak. Hanya dengan bersalaman dengan tiga orang temanku lagi, aku akan sampai dihadapannya.
Orang pertama, detak jantungku semakin cepat.
Orang kedua, keringat dingin mulai mengalir melewati pinggir keningku.
Orang ketiga, kurasakan gerakan tanganku yang gemetar.
Dan saat aku berada tepat di hadapannya, ada yang berdesir dalam dadaku. Seolah jantung ini lepas dan berhenti berdetak. Keringat yang sedari tadi mengalir, kini semakin deras meluncur membasahi wajah gugupku ini. Kini tanganku semakin bergetar hebat. Oh tidak, aku benar-benar gugup menghadapinya.
Dalam ketidak berdayaanku ini, dia menyodorkan tangan kanannya untuk berjabat tangan. Kusambut tangan halusnya dengan tanganku yang dengan susah payah kuangkat sambil menahan rasa gemetar yang sangat hebat. Seiring dengan kedua tangan kami yang saling berjabatan tak ada yang mampu aku lakukan kecuali diam. Terlebih lagi saat dia menyunggingkan senyumnya kepadaku. Senyumannya seolah mampu menghentikan waktu. Lesung pipi indahnya pun seolah membawaku terbang menembus langit ketujuh.
Imajinasiku benar-benar melayang saat itu sampai ada sebuah dorongan dibelakangku yang akhirnya menyadarkan segalanya. Tanpa berlama-lama, aku pun beranjak dari hadapannya sambil membalas senyumannya. Aku kembali melanjutkan acara bersalaman hingga tuntas dan beranjak pulang meninggalkan sekolah yang akan menyisakan banyak kenangan sampai aku lulus nanti.
0 komentar:
Posting Komentar