skip to main |
skip to sidebar
Cinta. Satu kata yang selalu dapat membuatku bergidik ngeri karena status single yang kupunya lebih dari 1 tahun. Betapa mengerikannya resiko jatuh cinta, sangat menyeramkan. Karena jatuh cinta, aku jadi tak bisa konsen pada satu titik tertentu. Dan itu adalah hal yangpaling menyebalkan. Lalu, karena jatuh cinta, jantung berdeba-debar dengan tempo yang tak tertentu. Kalau salah 'irama', bisa gawat toh? nah, karena satu dan lain hal. Aku benci dengan kata-kata itu. Cinta, aku mendengus ketika melihat kata-kata itu di mading sekolah. Marina, sahabatku yang selalu sekelas denganku sejak Tk, memperhatikan kata-kata yang tertera di pengumuman yang tertempel di Mading. Lalu, Marina tiba-tiba mendesahkan napas panjang.
" Cinta mulu yang diomongin, " Dengusnya sambil menggeleng-geleng. Aku mengangguk tanda setuju, sambil mengangkat kedua bahuku.
" Kayak nggak ada kerjaan aja, buat beginian. Apaan tuh? Lomba sebagai pasangan terlengket dan teromantis? Kita sekolah kan buat belajar, bukannya pacaran! " Protesku sambil menunjuk-nunjuk ke kertas putih yang membuat tanganku 'gatal' serasa ingin menyambarnya lalu merobek-robek.
Marina kini melipat tangannya sambil memperlihatkan wajah bete-nya.
" Ceramah orang jomblo..., Kita sebagai sesama jomblo, kesindir berat sama ini kertas, " Keluh Marina sambil mengulum senyum.
Aku nendang bola yang tiba-tiba menghampiri kakiku, tapi itu juga kulakukan bukan semata-mata aku memang ingin melakukannya. Tapi karena teriakan anarkis dari anak futsal yang ada dilapangan. Ditambah, kakiku memang ingin buru-buru beranjak pergi dari Mading sekolah ini. Pasangan terlengket dan teromantis, Cuih!
***
Sesampainya di depan halte, aku bersama Marina duduk bersampingan sambil mengipas-ngipas diri sendiri dengan kertas fotocopy edaran sekolah. Matahari tidak kenal ampun, di siang-siang menjelang sore, tetap aja terik banget. Ternyata, cuaca panas itu tidak hanya dirasakan oleh kami berdua saja. Ada seorang lagi yang merasakannya, tapi aku nggak tahu bahwa dia sedari tadi juga ngerasa kepanasan.
" Serius banget kipas-kipasin nya... " Godanya sambil mengumandangkan tawa mengejek. Aku melirik sinis kearahnya sambil tetap mengipasi diri sendiri.
" Oh, Ardo, nggak salah lagi, " Gumam Marina menjulurkan lidahnya sambil memutarkan bola matanya menandakan kesal.
" Kau kenal aku? " Seru Ardo kini riang. Aku terkejut, mendengar nadanya bukan kata-katanya.
" Tentu, kenapa tidak? Kau adalah cowok terkenal yang suka gonta-ganti cewek kayak pakaian. Hebat, caranya kayak gimana? " Sindir Marina sambil mengumandangkan tawanya.
Ardo ikut tertawa, tapi tiba-tiba dia beranjak bangun dan menghampiri kami berdua yang kepanasan. Senyum manis senada dengan matanya yang bersahabat. Hanya saja, tidak dengan kami. Tak ada senyuman untuk hari yang sangat panas.
" Entahlah, tapi aku selalu mendapatkannya dengan sangat mudah. " Tandas Ardo sambil mengerlingkan matanya. Kami berdua mengerang jijik melihatnya, Ardo tertawa geli melihat kekompakan kami.
" Oh ya, nama kalian siapa? Pernah lihat, tapi aku kok nggak kenal? " Tanya Ardo antusias. Sedetik...dua detik, aku dan Marina sama-sama bertatapan. Lalu Marina memperlihatkan senyumannya.
" Marina, "
" Oke, dan kalau kamu? " Tanya Ardo melirikku.Aku ragu-ragu tapi kalau seandainya saja Marina tidak menyikut lenganku, " Se...Serra".
Awalnya, Marina terlihat jutek dan menanggapi semua omongan Ardo dengan mata yang melirik sinis padanya, kini Ia bahkan terlihat akrab dengan Ardo. Aku dicuekin, seakan-akan aku tak berada di sana. Tak seorang pun yang menyadari wajah jutekku, astaga aku benci suasana ini.
" Hei, Ardo! " pekik seorang cowok, kami bertiga sama-sama berpaling ke kiri.
Tiba-tiba sesosok cowok yang tidak kukenal, tapi Marina hampir saja pingsan melihatnya. Cowok itu terkekeh, tapi wajahnya seperti udah biasa melihat seorang cewek menjerit-jerit melihatnya. Aku hampir saja meludah didepannya.
" Heh, Rendi. What's up man? " seru Ardo meninju kepalan tangannya ke tangan Rendi yang terbuka. Rendi nyengir, tapi cengirannya menghilang ketika melihat aku yang menatap mereka berdua.
" Serra..., betul? " Ucapnya seperti mengingat-ingat. Sial, aku dikenali olehnya. Padahal , aku nggak tahu sedikitpun tentang dia. Dengan berat hati, aku mengangguk-angguk pelan. Sedetik...dua detik... Aku merasa, Kesadaran Marina sudah kembali pulih.
" Hai, Rendi. Sudah selesai latihan Taekwondonya? " Sapa Marina melambaikan tangannya. Rendi hanya meliriknya sesaat, lalu kembali melihatku lagi. Marina tercenung, untuk pertama kalinya Sapaannya di kacangin.
" Kamu betul-betul Serra, kan? " Desak Rendi sambil menunjuk ke arahku. Ardo mengulum senyum, Aku tak tahu maksudnya.
" Iya. " ketusku sambil menoleh ke arah Marina.
" Well, gosipnya ternyata benar. " Gumam Rendi sambil melirik Ardo yang melanjutkan lagi obrolannya yang tadi sempat berhenti meski Marina sudah dikuasai rasa kecewa.
" Ha. memangnya kenapa?" Tanyaku datar sambil mendengus.
Rendi tertawa mengejek." Katanya, Serra anak kelas 8-3 yang ekskulnya theatre itu, Cantik tapi membuat orang termehek-mehek kalau ngelihat dia dari dekat. " Utar Rendi sambil menggaruk-garuk kepalanya. Pastilah dia ketombean.
" Haha, kau sudah kenal aku. " Keluh ku sambil menepuk keningku. Rendi masih tetap tersenyum, lalu duduk disisiku.
" Tapi, sepertinya kau tidak mengenalku seperti temanmu yang disebelahmu. " Tukas Rendi.
" Aku? Becanda kau, mana mungkin aku mengenalmu! " Candaku sambil tertawa sinis.
" Bahkan, aku tidak tahu namamu kalau saja Ardo tidak berteriak memanggil sebuah nama sambil meninjumu " Imbuhku mendesah napas.
" Nah, kesimpulannya. Aku tahu kamu, karena kamu populer. Tapi, aku juga populer kok. Anehnya, kau tidak tahu aku! " Pamer Rendi mulai narsis. Memang sih, pernah dengar ada anak cewek sekelasku yang naksir berat sama dia. Tapi aku nggak tahu, ternyata orangnya narsis.
" Aku mulai sombong, " Sambungnya mengencangkan dasinya." Baguslah, aku jadi tak perlu mengingatkannya " Gerutuku mengambil sedikit jarak ke Rendi.
***
Sampai juga ke Rumah, meski saat mendaratkan pantatku ke bangku yang memanjang di angkot, Marina mulai mengoceh-ngoceh tentang Rendi yang dibualkannya super keren dan dingin itu. Aku hampir saja membuang seluruh isi perutku yang baru saja diisi bakpau ayam tadi karena mendengarnya memuji-muji Rendi terlalu berlebihan. Tapi, menilik harga bakpaunya agak mahal. Mending, aku memikirkan hal lain saja.
Rasa lega membuncah dihatiku, ketika melihat Kakakku bersama dengan temannya. Temannya sangat istimewa, dia adalah pengarang buku cerita yang romantis namun memotivasi. Namanya Nanda putra, biasa dipanggil Likpau. Ha, lucu sekali namanya. Tapi aku mengagguminya.
" Serra, kok nggak ada makanan sih? " Teriak kakakku ketika aku membuka pintu.
Aku melirik ke meja makan, " Baru pulang, bukannya ditanya 'udah makan belum?' eh malah nanya, ada makanan atau enggak... " gerutuku. Kak Likpau tertawa geli mendengarnya. Aku jadi merasa aneh, setiap ucapanku terdengar sebagai lelucon ditelinga kak Likpau.
" Maaf deh adikku tersayang, Kakak ganti pertanyaan nya deh... " Seru Kakakku sambil menatapku. Dia diam sejenak, " Serra, kamu pasti laper ya? makanya, cepetan masak sono! " Seru Kakak yang awalnya sok basa-basi, eh belakangnya kelihatan juga 'taring' nya.
Aku mendesah, " Oke. Kakak laper banget ya? " Tanyaku jadi merasa kesal.
" Tentu, " Katanya.
***
Aku kini berselonjor di sofa yang memanjang sambil menyambar remote tv yang menganggur diatas rak buku Kakakku. Mama sedang berada di kantornya sekarang, sedangkan Ayahku sedang berada disurga. Menjadi anak dari single parents memang harus mandiri, seperti aku.
" Serra, lagi ngapain? " Tanya Kak Likpau tiba-tiba muncul dibalik pintu ruang tamu yang terbuka. Aku langsung bangkit dan duduk.
" Nonton, makanya tvnya nyala " dengusku.
" Serra bad mood ya? " ucap Kak likpau kini duduk di sebelahku. " Tumben banget, " imbuhnya.
Aku melihat ke Kak likpau, " Aku yakin, ini pasti gara-gara cowok sial itu. " Sungutku.
Kak likpau sedikit memiringkan kepalanya sambil memasang senyum yang hangat, " Ceritakan dong. Likpau, penasaran " Ucapnya manja.Aku tersenyum melihat tingkah anak cowok yang lebih tua 4 tahun dari ku.
" Ada seorang cowok yang bernama Rendi. Katanya, dia anak taekwondo. Dengar-dengar, dia sudah sabuk yang dibawah sabuk hitam persis. Nah, hari ini aku berbicara dengannya, Sedikit berbicara, " Utarku sambil melayangkan pandangan ke seluruh ruangan hinga akhirnya pandanganku terbentur oleh senyuman kak Likpau.
" Nah, aku cuma kesel aja sama sikapnya yang terlalu baik sama aku. Sampai-sampai, Marina temanku yang cantik dan berkulit putih itu dicuekin sama dia hanya untuk bertanya apakah benar 'Serra' adalah namaku. " Sambungku.
" Mungkin, Rendi tertarik sama kamu. " Gumam Kak likpau menepuk-nepuk kepalaku.
Aku menggeleng-geleng dengan cepat, " Mustahil, dia banyak fansnya. ".
" Tapi, buktinya cewek seperti Marina aja dicuekin hanya untuk ngobrol sama kamu, " Tandas Kak likpau.
" Sudah jelas, aku tidak mau lagi pacaran " Rengekku.
" Memangnya, Rendi sudah jelas kelihatan suka sama kamu? Mungkin dia tertarik karena kamu terlihat bersahabat..." Sergah Kak Likpau nyengir, " Atau mungkin, Rendi melihat kamu sinis banget saat dia datang " sambungnya.
" Kakak bercanda.... tapi kemungkinan yang kedua lebih tepat, " Anggukku.. Kak likpau tersenyum kepadaku, meski sedari tadi dia berbicara sambil terus menjaga keramahan didalam ekspresinya. Tapi, aku merasa semua itu kurang tulus.
" Kakak, kalau nggak mau senyum. Mending nggak usah, " Ucapku blak-blakan. Kak Likpau sampai kaget mendengarnya. Kini Kak likpau terlihat sedih lalu kembali menatapku, " Kok tahu sih? " Tanyanya.
" Jelas dong, aku tahu Kakak hari ini beda banget senyumannya. Sekarang seperti dipaksakan, " Utarku sambil membanggakan diriku dengan menepuk-nepuk dadaku dengan bangga.
" Menyeramkan sekali, " Keluh Kak Likpau, " Kau seperti bisa membaca pikiranku, Serr! " Sahutnya.
" Udah deh, ngaku aja. Sekarang, kakak kenapa? " Desakku malas berbasa-basi ria. Prinsipku kuteguhkan, to the point di segala kesempatan.
" Huh, Kakak sekarang langsung kecewa. Padahal tadi Kakak senang banget. " Ceritanya sambil menepuk tangannya ke pahanya sendiri.
" Terus? "
" Aku nggak yakin sama perasaanku, masalahnya Cewek yang kusukai selalu saja membuatku merasa seperti seorang kakak baginya. Tapi, Aku senang kalau aku ada disisinya sambil ngobrolin apa aja, " Tambahnya sambil tersipu-sipu. Aku menjadi ingat tentang pengumuman di mading tadi.
" Kalau begitu, ungkapin aja ke cewek itu kalau kakak suka sama dia. Dipake susah toh, pake gampang aja! " Seruku mengungkapkan pendapat. Kini, senyuman yang terpulas adalah senyuman kecut.
" Aku tidak bisa, semudah itu. Menyukai seseorang adalah hal yang terlalu mudah untukku, tapi aku mau mencintai seseorang. Itu adalah hal tersulit, " Tolak Kak likpau mentah-mentah.
" Enakan dicintai, daripada mencintai. Capek sendiri. " Sergahku menolak.
" Tapi, kalau ingin dicintai. Kita harus mencintai bukan? " Tanya Kak Likpau kembali kepadaku, Aku jadi merasa aneh.
" Iya sih, memang betul. " Ucapku mengiyakan, merasa kalah. Tiba-tiba, Kak Likpau beranjak bangun dari sofa dan langsung keluar menuju ke ruang tamu.
" Kalau memang betul, kenapa Serra tidak mencoba mencintai? " Tanyanya sejenak sebelum meninggalkanku ternganga.
Bersambung....
0 komentar:
Posting Komentar